Cookies: Aku dan Radio




"Hati-hati pintu dibuka!" seru kondektur  Transjakarta ketika bus berhenti di halte Kuningan Barat.

Terdengar bunyi 'beep beep'  dan pintu bus pun bergerak membuka dengan sulitnya karena saking penuhnya penumpang. Dorong-dorongan antara penumpang yang berdiri di depan pintu dan yang ingin turun pun tak terhindarkan. Penumpang yang hendak naik dan menumpuk di halte juga tak mau kalah. Tanpa peduli gerutuan orang-orang di sekitarnya, mereka merangsek masuk pintu Transjakarta. Kondektur bus sampai harus berteriak-teriak untuk menertibkan penumpang yang mendadak bringas demi bisa cepat-cepat sampai kantor.

Sialnya, aku baru berhasil turun di detik terakhir, yang berjuang lebih keras melawan arus penumpang naik. Tanpa peduli, aku terus bergerak menuju pintu agar bisa turun dan tak terbawa sampai halte berikutnya. Aku menghela napas lega saat akhirnya aku bisa menjejakkan kaki di halte dengan penampilan berantakan. Kulirik jam monitor Transjakarta yang masih menunjukkan pukul 07.37. Dengan langkah santai, aku keluar halte dan menyeberang jembatan menuju kantor.

Kantor masih belum terlalu ramai. Sebelum mulai bekerja, aku merapikan pakaian dan dandananku yang berantakan karena berdesakan di bus. Kemudian membuat secangkir kopi pagi dan merapikan meja. Setelah semuanya beres, aku menyalakan komputer dan menyetel radio kecil kesayanganku untuk menemaniku bekerja seharian. Lagu 'Capital Letters' pun terdengar, membuat semangatku meningkat dan memulai pekerjaan dengan ceria.

Lagu 'Capital Letters' usai, berganti lagu 'Heart Attack' yang berirama sama riangnya. Satu lagi lagu favoritku. Radio itu seperti soulmate. Sekali memutar lagu enak, maka lagu-lagu berikutnya akan menyenangkan, begitupun sebaliknya. Aku punya empat stasiun radio kesayangan di Jakarta, dan aku biasa menentukan radio mana yang akan kudengarkan seharian dari lagu pertama sampai ketiga yang diputar. Tapi khusus hari ini, aku memilih salah satu stasiun radio selain empat stasiun radio kesayanganku karena aku mulai merasa bosan oleh playlist-playlist empat radio tersebut.

"111.1 FM Best Radio jakarta. Apa kabar Jakarta Society? Semoga cerah ceria ya, secerah cuaca pagi ini. Baik lagi bareng gue, DJ Stuart yang akan menemani pagi kalian dengan lagu-lagu ceria yang pastinya bikin kalian bersemangat. So, stay tune!"

Aku begitu terkejut hingga hampir menjatuhkan pulpenku. Penyiar radio itu? Mungkinkan itu DJ Stuart yang selama ini kukenal? Yang suaranya akrab di telingaku dan punya playlist yang khas itu?

***

Enam tahun sebelumnya....

"Sparks fly... it's like electricity. I might die, when I forget how to breath..."

Yess! Aku girang bukan main saat lagu yang kurequest langsung di jam pertama Soul FM mengudara. Sebentar lagi pasti SMS-ku akan dibaca.

"88.8 Soul FM. Hai Soulisteners! Apa kabar? DJ Anita akan menemani pagi kalian sampai jam 8. Adakah yang udah melek pagi-pagi buta ini?" DJ Anita, penyiar acara pagi 'Morning Rush' menyapa para pendengar di seantero Semarang dan sekitarnya dengan ceria. "Udah ada beberapa SMS yang masuk nih, waah rajin banget ya kalian. Pagi-pagi udah stay tune. Kita sapa-sapa dulu yaa. Ada Ari, hai Ari! Aku mau request lagunya LMFAO, 'Sexy and I know it', udah aku play ya Ari, semoga puas. Terus ada Isabella yang request lagunya Miranda Cosgrove 'Kissin You' juga udah diputar ya Isabella, semoga bikin kamu tambah semangat. Hmm Isabella, unik ya namanya. Kayak pacarnya Edward Cullen itu" DJ Anita tertawa. "Gue sama penyiar-penyiar radio lain suka ngomongin nama kamu yang unik itu loh Isabella..."

Aku tertawa mendengar ocehan DJ Anita tentang namaku yang katanya unik itu. DJ Anita bukan orang pertama yang mengatakannya. Penyiar-penyiar lain pun berkata sama, bahkan penyiar pertama yang membaca namaku sempat lama membahasnya. Sebenarnya sudah lama aku mendengarkan radio Soul FM, tepatnya sejak duduk di bangku SMP.  Tapi baru-baru ini aku bergabung dengan radio itu dan mengirim SMS untuk sekadar request lagu atau menyapa penyiar-penyiar kesayanganku. Rasanya menyenangkan saat namaku disebut dan disapa, dan lagu yang kuminta diputar di radio.

Dua tahun lalu, saat naik kelas 2 SMP, aku mengikuti keluargaku pindah ke kampung halaman. Aku yang selama ini terbiasa hidup serba mudah di Jakarta terpaksa harus menyesuaikan diri dengan kehidupan yang terasa asing di perkampungan. Bahkan menurutku kehidupan di kampung lebih keras dibanding di Jakarta. Tidak ada mall, tidak ada fotocopy-an yang dekat saat aku butuh untuk mengerjakan tugas sekolah, tidak transportasi yang terjangkau dari depan rumah menuju sekolahku yang jauh di kota kecamatan, dan yang terparah, aku tidak bisa mendengarkan stasiun radio kesayanganku lagi. Sebenarnya ada beberapa stasiun radio lokal yang bisa kudengarkan, tapi tak ada satupun yang sesuai dengan seleraku.

Lalu dengan putus asa, aku memutar-mutar tuner radio, mencari stasiun radio yang enak untuk kudengarkan. Aku sungguh kesepian melewati beberapa hari tanpa mendengarkan radio. Tanganku berhenti memutar tuner saat mendengar lagu 'Crush', salah satu lagu favoritku yang biasa diputar di radio kesayanganku di Jakarta. Usai lagu 'Crush', radio itu kembali memutar lagu favoritku yang berjudul 'Superhuman'. Sampai berjam-jam kemudian, radio itu terus memutar lagu-lagu favoritku, membuaktu ikut bernyanyi. Gaya penyiar-penyiar radio dalam mengisi acara pun gaul dan menyenangkan. Persis seperti yang kuinginkan dari sebuah stasiun radio. Sejak hari itu, aku tak pernah lagi memutar tuner. Itulah pertama kalinya aku mengenal Soul FM.

Untungnya kampung halamanku, meski terletak di lingkungan perdesaan yang tradisional, tapi masih menjangkau stasiun radio Semarang dengan kualitas jernih. Soul FM adalah radio terbaik yang pernah kudengarkan, bahkan lebih baik daripada radio kesayanganku di Jakarta. Jika radio kesayanganku di Jakarta terkadang membosankan hingga aku punya lebih dari satu stasiun radio kesayangan, lain halnya dengan Soul FM. Aku bisa mendengarkannya seharian penuh dari pagi membuka mata hingga dinihari menutup mata kembali tanpa merasa bosan. Pemutaran lagu, iklan, dan ocehan penyiar porsinya pas. Tidak melulu lagu seperti MP3, kebanyakan ocehan dan membosankan, atau kebanyakan iklan. Playlist lagunya pun beragam, mulai dari lagu klasik zaman keemasan ibu dan ayahku, lagu terbaru, bahkan lagu Korea pun ada. Dan pilihan lagunya sangat cocok dengan seleraku.

Soul FM bukan hanya radio kesayanganku, tapi juga sahabat sejatiku. Menemaniku sehari-hari hingga membuat semua pekerjaanku tidak terasa. Aku juga hapal rangkaian acaranya dari pagi hingga petang, juga penyiar-penyiar yang membawa acara. Bahkan ibuku juga suka bernostalgia dengan playlist lagu lama di Soul FM.

***

Bulan Januari sudah hampir sampai penghujungnya. Hujan turun hampir setiap hari. Satu hal lagi yang bisa kunikmati di antara hal-hal yang kubenci dari tinggal di kampung adalah aku bisa bersepeda dengan tenang di jalan raya yang tak kenal macet dikelilingi pemandangan sawah nan luas dan hijau dan barisan pegunungan yang gagah. Dan semakin menyenangkan jika ditemani derasnya hujan. Orang-orang mengingatkanku agar tidak hujan-hujanan, mungkin sebagian menganggapku aneh, tapi siapa peduli? Aku memang berbeda diantara mereka. Dan aku suka hujan.

Usai mandi dan mengenakan piyama hangat, aku mulai belajar. Seperti biasa, malamku ditemani Soul FM dari ponselku. Ponselku memang tidak sekeren teman-temanku. Tidak ada kamera, pemutar musik, ataupun bluetooth. Tapi yang membuat benda ini berharga bagiku adalah tidak mudah rusak meski aku ceroboh dan sering menjatuhkannya, juga karena bisa memutar radio. Itu sudah cukup memuaskanku.

"Hai. Di hari valentine tahun ini aku pengen kamu jadi valentine spesialku. Aku akan ajak kamu jalan-jalan keliling kota Semarang, makan di restoran fancy, dan kita ngobrol semalaman. Oh iya, aku juga punya kejutan loh buat kamu, yang pasti nggak akan terlupakan."

Suara DJ Stuart yang dalam nan mesra membuatku tersenyum.

"Kamu mau kan jadi valentine-ku? Ikutan di acara Ngedate Bareng DJ ya. Caranya kirim SMS dengan format nama, spasi umur, spasi alamat rumah, spasi DJ pilihan kamu. Kirim ke 08553221888."

Tangangku yang sedang sibuk mengerjakan PR pun terhenti seketika. Kencan bareng DJ Stuart? Waah, itu akan jadi hal paling menakjubkan dalam hidupku. DJ Stuart gitu loh. DJ keren dengan wajah manis yang Indonesia banget dan punya suara paling khas dan mesra diantara penyiar-penyiar lain. Idola seantero Semarang dan sekitarnya....

Aku meraih ponsel dan mengirim SMS ke nomor Soul FM sesuai format yang DJ Struat beritahu. Kemungkinan ini mungkin kecil sekali, dan mustahil jadi kenyataan. Rumahku terlalu jauh dari Semarang dan aku masih anak ingusan kalau dibandingan dengan DJ Stuart yang sudah kuliah. Belum lagi sainganku seantero Semarang. Tapi apa salahya punya angan-angan? Barangkali aku beruntung, seperti sebelumnya ketika aku memenangkan pulsa setelah ikut kuis tebak lagu di acara Morning Rush.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 19.50 di hari Sabtu. Sepuluh menit lagi pemenang Ngedate Bareng DJ akan diumumkan. Aku sudah mengisolasi diri di kamar dan menyimak radio.

"Selamat malam, Soulisteners! DJ Awang kembali lagi. Siapa yang udah nggak sabar nunggu pengumuman pemenang Ngedate Bareng DJ?" dengan suara renyah, DJ Awang tertawa. "Tenang, Soulisteners, sebentar lagi gue akan membacakan para pemenang yang beruntung buat ngedate bareng DJ-DJ kece Soul FM di hari valentine. Siapa aja mereka? Abis lagu ini gue akan ngasih tau, so, stay tune!"

Rahangku jatuh dan ekspresi wajahku pasti kaku. Malam ini DJ Awang yang selalu menyenangkan menemaniku belajar jadi mendadak menyebalkan. Kenapa tidak langsung diumumkan saja? Menunggu satu jam saja seperti setahun, masih diulur-ulur pula!

Lagu 'Takkan Pernah Ada' yang hanya berdurasi hampir empat menit terasa seperti empat jam akhirnya usai. DJ Awang pun kembali mengudara dan langsung membacakan daftar pemenang Ngedate Bareng DJ yang akan berkencan dengan penyiar favorit masing-masing. DJ Stuart dinobatkan menjadi DJ teridola Soul FM karena mayoritas pendengar memilih untuk berkencan dengan DJ Stuart. Debar jantungku semakin liar, rupanya sainganku memang banyak.

"Pemenang ngedate bareng DJ Bianca... ini ada Christian di Kaligawe, selamat Christian! Lalu pemenang ngedateng bareng DJ Ricky ada Zahra di Gombel, waah... dengar-dengar DJ Ricky mau kasih hadiah nih, siap-siap ya Zahra. Terus pemenang ngedate bareng DJ Robby ada Sukma di Tembalang...."

Satu demi satu nama pemenang disebutkan. Tanpa sadar napasku tertahan menunggu nama yang keluar sebagai pemenang ngedate bareng DJ Stuart. Beberapa hari sebelumnya aku sempat merasa pesimis, tapi semakin dekat, aku semakin berharap. Semua peserta punya kesempatan yang sama bukan?

"Dan terakhir, yang menang ngedate bareng DJ kondang seantero Semarang a.k.a DJ Stuart adalaaaahhhh....." efek suara drum dibunyikan. "Selamat untuuuuukkkk.... Isabella! Selamat ya buat Isabella, buat yang belum menang di  Ngedate Bareng DJ tahun ini, jangan khawatir karena tahun depan masih ada kesempatan...."

Tanpa sadar aku sudah beteriak-teriak dan melonjak-lonjak di kamarku saking kegirangan. Aku memang mengharapkannya, sangat berharap, tapi ketika keberuntungan itu jatuh kepadaku aku merasa hampir-hampir tak percaya. Kuambil boneka Spongebob di sudut tempat tidurku dan memeluknya erat-erat sampai tak berbentuk. Aku sudah mengkhayal akan bagaimana hariku bersama DJ Stuart. Hmm aku pasti sudah membuat iri cewek-cewek seantero Semarang!

***

Malam terasa sangat sunyi seperti tengah malam, padahal sekarang baru pukul sepuluh. Berbeda dengan Jakarta, di mana bagi mereka pukul sepuluh malam dibilang masih sore. Apalagi hujan deras mengguyur sejak pukul delapan malam, menyisakan hujan rintik-rintik yang entah kapan akan berhenti. Suara jangkrik dan katak di sawah yang mengelilingi rumahku menambah kentalnya suasana khas perdesaan.

Acara 'Night Music' telah dimulai. DJ Stuart, penyiar kesayanganku, mulai mengudara. Ibu dan adikku sudah tidur. Kukeraskan sedikit volume radio dan menikmati suara merdu DJ Stuart yang menyapa para pendengar dan memutar lagu pertama. Aku tak mau kalah dari para pengirim SMS pertama. Kuambil ponselku dan ikut request lagu dan kirim salam untuk penyiar kesayanganku itu.

Setelah lagu kedua dan jeda iklan sesaat, DJ Stuart kembali siaran, menemaniku mengerjakan tugas fisika. Diantara semua acara di radio Soul FM, aku paling suka acara 'Night Music'. Acara itu bagai punya kekuatan magis yang menyihir duniaku menjadi lebih indah, menemaniku melewati malam yang panjang. Selain karena penyiarnya yang memang bagus, lagu-lagu yang dimainkan pun enak dan cocok didengarkan malam-malam, menemani istirahat atau berkhayal. Biasanya lagu-lagu yang dimainkan di acara 'Night Music' adalah lagu-lagu easy listening dan lagu lama dari tahun 80-an dan 90-an. Aku selalu merasa seperti berada di dunia lain yang damai, indah, dan romantis selama acara 'Night Action' berlangsung.

"Siapa lagi yang udah gabung melalui SMS? Ada Isabella, hai Isabella. The one who's gonna be my valentine."

Aku sampai harus memegang dadaku saat DJ Stuart mengatakannya dengan suara lembutnya, membayangkan saat ini penyiar tampan itu sedang tersenyum.

"Aku mau request lagunya Hoobastank yang 'The Reason' dong. Salamnya buat Kak Stuart, semangat siarannya. Makasih, Isabella. Spesial buat kamu, aku langsung puterin lagu request kamu. Semoga bisa menemani kamu istirahat yaa..."

Lagu 'The Reason' yang baru saja aku request pun diputar. Aku begitu bahagia hingga lagi-lagi boneka Spongebob-ku yang jadi korban. Aku tidak sedang jatuh cinta, tapi kebahagiaan yang kurasakan saat ini setara dengan kebahagiaan orang yang sedang jatuh cinta. Dengan senyuman, kunikmati lagu kesukaanku dan sisa acara 'Night Music' sambil menyelesaikan tugas fisika.

***

Kalau saja acaranya hanya makan malam, aku akan membeli sebuah gaun. Tapi karena acaranya dari siang, akhirnya aku memutuskan memakai dres katun, jaket parka, dan sepatu kets. Penampilan yang sederhana, tapi pantas dan cukup cocok untuk acara makan malam. Penampilan DJ Stuart pun sama sederhananya dengan diriku. Ia hanya mengenakan kaos berlapis jaket, celana jeans, dan sepatu kets. Satu hal yang baru aku tahu, DJ Stuart tampak berkali-kali lipat lebih tampan saat dilihat langsung.

Aku duduk canggung di samping DJ Stuart yang asyik mengemudi menyusuri jalan desa yang sepi. Beberapa kali aku meliriknya dengan malu-malu. Aku ingin mengobrol dengan penyiar idolaku yang kini ada di sampingku, tapi tak ada satupun topik menarik yang terlintas di otakku. Atau setidaknya yang membuat DJ Stuart tertarik. Aku jadi resah sendiri. Dalam hati aku mulai bertanya-tanya, akankah acara kencan ini akan sehebat yang kubayangkan?

"Kamu masih sekolah?" DJ Stuart memecah keheningan lebih dulu.

Dengan suara kecil, aku menjawab, "Masih sekolah, Kak."

"Kelas berapa?"

"Kelas 2 SMA," seketika aku semakin merasa seperti anak ingusan yang culun.

"Sekolahnya di mana?"

"Di SMAN 1, jurusan IPA."

"Oh, keren. Setahu aku itu termasuk sekolah terbaik se-Jawa Tengah. Beberapa teman kampus Kakak juga lulusan situ," kata DJ Stuart dengan ramah dan senyum manis, seperti kecanggungan sikapku tidak memengaruhinya.

"Oh ya?" Yang kutahu, sekolahku memang sekolah terfavorit se-kabupaten. Banyak orang berlomba-lomba ingin masuk sekolahku. Aku sendiri kadang bingung bagaimana bisa murid dengan otak pas-pasan sepertiku bisa masuk sekolah itu, jurusan IPA pula. Dan bisa dibilang aku bukan yang terbodoh di kelas karena aku selalu berada di peringkat tengah-tengah, bahkan di kelas dua semester satu aku masuk sepuluh besar.

Pembawaan DJ Stuart yang santai perlahan-lahan melunturkan kecanggunganku. Dia pribadi yang menyenangkan dan tidak tampak jemawa. Sepanjang mengobrol, dia lebih bersikap seperti teman daripada idola yang bertemu penggemarnya. Tak heran orang seantero Semarang menyukainya. Dari obrolan kami, aku baru tahu kalau ternyata DJ Stuart sama sepertiku. Ia juga pindahan dari Jakarta ke Semarang karena diterima kuliah di UNDIP jalur undangan. Aku jadi semakin kagum kepadanya. Selain tampan, baik hati, dan menyenangkan, ternyata dia juga cerdas. Andai aku bisa jadi pacarnya, atau setidaknya suatu saat nanti pasanganku seperti dia.

Perjalanan kami tidak terasa saking asyiknya kami mengobrol. DJ Stuart mengajakku berkeliling kota Semarang. Aku bebas menentukan ingin ke mana dan dia siap menemaniku. Aku memilih mengunjungi simpang lima Semarang dan Pasar Johar di Kota Lama untuk membeli beberapa novel. Semarang adalah kota yang indah dengan pemandangan yang lengkap. Ada sawah, pantai, juga perkotaan. Kawasannya yang  berupa perbukitan membuat pemandangan tampak lebih menakjubkan.

Rasanya seperti surga saaat kami tiba di Pasar Johar dan melihat tumpukan buku di mana-mana. Memang buku-buku yang dijual di sana bukan buku baru bersegel rapi, tapi bagiku buku tetaplah  buku yang  bisa dibaca. Di antara gunungan tumpukan buku-buku bekas berbagai genre, aku memilih-milih beberapa novel yang ingin kubeli. Bagi siswi dengan uang saku pas-pasan sepertiku, berburu novel loakan tetap mengasyikkan. Selain harganya lebih murah, aku juga bisa menemukan novel bagus atau buku langka. Bahkan novel impor berbahasa Inggris pun ada, dan harganya sangat murah.

Setelah menemukan beberapa novel yang ingin kubeli, aku menyerahkannya kepada penjual. Selagi penjual buku mengemasi novelku, aku melihat-lihat buku yang dipajang di rak kiosnya. Mataku terpaku pada satu judul novel yang kuimpikan ingin kumiliki, 'The Last Song' karya Nicholas Sparks. Aku suka film dan original soundtracknya, dan aku ingin memiliki novelnya juga.

"Yang itu harganya berapa, Pak?" tanyaku.

Penjual buku itu mengambil novel 'The Last Song' yang kutunjuk. Kondisinya tidak terlalu buruk. Covernya disampul plastik yang tampak agak usang, halamannya pun masih utuh walau sudah kekuningan. "Empat puluh lima ribu."

Senyum di wajahku seketika luntur. Harga  novel ini memang sangat murah kalau dibandingkan beli baru, tapi uangku sudah tidak cukup untuk membelinya. "Nggak bisa kurang, Pak?"

"Yo wis, empat puluh ribu."

"Dua puluh lima ribu ya, Pak," aku mencoba menawar.

"Belum dapat, Nduk."

Penjual itu hendak mengembalikan novel 'The Last Song' saat DJ Stuart memanggilnya. "Sama  novel itu jadinya berapa semua?"

Aku kaget dan merasa sungkan. "Kak, nggak usah," cegahku.

Tanpa menghiraukanku, DJ Stuart mengeluarkan dompet dan membayar semua novel yang kubeli, termasuk novel 'The Last Song' yang sangat kuinginkan itu. Lalu dengan ramah, dia berkata kepadaku. "Masa ngedate kamu bayar sendiri," dan kubalas denga ucapan terimakasih yang canggung.

Senja telah beranjak ketika kami meninggalkan Pasar Johar. Pemandangan Kota Semarang tampak semakin indah di malam hari dengan gemerlap lampu-lampu dari semua  bangunan, membuatnya tampak seperti gelombang  bintang-bintang yang megah. Beberapa kali aku dibuat terkagum dengan pemandangannya. Rasanya aku ingin tetap berada di kota ini dan tidak mau kembali ke rumah.

Perjalanan yang kami tempuh untuk makan malam agak jauh. DJ Stuart tidak mengatakan di restoran fancy mana kami akan makan malam. Aku baru mengetahui tempatnya sesampainya kami di tempat itu. Sebuah restoran di tepi pantai yang indah. Outdoor restoran itu dibuat seperti dermaga kayu dengan cahaya lampu neon kuning dan lilin di setiap meja, membuat suasananya seperti candle light dinner. Lantunan musik romantis terdengar samar-samar, berbaur dengan suara debur ombak, membuat suasana kian romantis. Benar-benar gambaran sempurna makan malam romantis yang kukhayalkan selama ini.

"Aku punya kejutan buat kamu. Pasti kamu udah nunggu ya dari tadi?" kata DJ Stuart di sela obrolan kami.

"Oh ya?" aku bahkan lupa tentang kejutan itu, karena memenangkan 'Ngedate Bareng DJ' saja sudah lebih dari sekadar hadiah. Dan menghabiskan seharian berdua saja bersama DJ Stuart sudah seperti anugerah terindah dalam hidupku.

DJ Stuart merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan seuntai kalung perak yang berkilauan dengan liontin bunga mawar merah nan cantik. Bahkan dia mengalungkannya di leherku saat aku masih terpaku. Napasku tercekat saat tangannya menyentuh leherku ketika memasangkan kalung indah tersebut. Aku masih  belum bisa berkata-kata sampai DJ Stuart kembali duduk di depanku.

"Kamu suka nggak?"

Kesadaranku seolah baru kembali. Aku pun mengangguk. "Suka banget, Kak. Makasih." Aku mengelus lontin yang kini menggantung di pangkal leherku.

DJ Stuart tersenyum, mungkin karena melihat ekspresi wajahku yang belum sembuh dari kekagetan. "Bagaimanapun ini acara kencan, and I try to make it romantic. Thank you for being my Valentine, Isabella."

Aku begitu bahagia hingga rasanya ingin menangis. Sebisa mungkin aku menahan emosi dan air mataku agar tidak nampak seperti ABG di hadapan idolaku tersebut. Aku menelan ludah sebelum membalas ucapannya dengan ledakan kebahagiaan yang sulit kutahan. "Thank you for being my Valentine too, Kak Stuart." Aku mengeluarkan novel 'The Last Song'. "Boleh minta tanda tangan?"

DJ Stuart tidak menolak. Ia menandatangani halaman judul  novel itu dan membubuhkan namanya serta tanggal hari ini. Hal pertama yang akan kulakukan begitu kencan ini berakhir adalah meletakkan novel itu di tempat tidur dan memeluknya sambil terus mengingat-ingat hari yang indah ini.

DJ Stuart benar-benar romantis selama dinner berlangsung hingga aku merasa seperti pacarnya. Hari ini dia begitu perhatian, ucapannya lembut, dan beberapa kali tanganku digandeng olehnya. Mungkin aku bukan satu-satunya perempuan yang diperlakukan seperti ini. Mungkin dia melakukan hal yang sama pada pemenang 'Ngedate Bareng DJ' sebelumnya dan akan melakukannya pada pemenang berikutnya. Atau mungkin di luar sana dia punya pacar. Tapi siapa peduli? Yang penting aku bahagia dan aku sangat menikmatinya.

***

"Malam, Soulisteners! Kembali lagi bareng DJ Stuart di acara 'Night Music'. Buat yang mau request, kirim salam, atau mungkin curhat ya, barangkali malam ini lagi galau. Boleh gabung via SMS atau telepon...."

Suara khas DJ Stuart menggema memenuhi kamarku, menemaniku dan memenuhi khayalanku. Menghabiskan waktu seharian bersama DJ Stuart dan mendengar suaranya secara langsungmembuatku merasa mengenalnya secara personal dan dekat dengannya. Sejak hari itu DJ Stuart bukan lagi penyiar radio yang kusukai suaranya. Aku merasakan keakraban yang aneh setiap kali mendengar suaranya di radio. Dan setiap kali SMS-ku dibaca atau request laguku diputar, aku merasa seolah-olah dia sedang ada di dekatku.

Khayalanku memang konyol, tapi itulah remaja yang sedang pubertas, bukan? Sejak acara ngedate itu pula, standar tipe laki-lakiku menjadi lebih tinggi. Mungin itu yang membuatku menjomblo hingga sekarang.

***

Hari ini...

Ketika DJ Stuart menyebutkan akun instagramnya, aku segera mencarinya dan mengirim direct message. Setelah itu, kuletakkan ponselku dalam posisi layar terbalik dan berusaha fokus pada pekerjaanku. Aku sungguh berharap--sebuah harapan konyol--bahwa DJ Stuart akan menganggapku lebih akrab daripada sekadar pemenang untuk menjadi teman kencannya dalam satu hari, sebagaimana aku yang sudah menganggap DJ Stuart bukan sekadar penyiar favoritku sejak hari itu. Tapi sebisa mungkin juga aku melupakan harapan itu untuk menghindari kekecewaan.

Aku sudah hampir putus asa dan kecewa karena pemberitahuan yang kunantikan tak juga muncul hingga hampir 30 menit berlalu. Aku melenguh dan meletakkan kembali ponselku di atas tumpukan kertas. Mungkin DJ Stuart sedang sibuk, atau dia sudah melupakanku. Ya sudahlah, memangnya apa yang bisa kuharapkan? Aku hanyalah seorang penggemar dan dia seorang idola.  Mustahil rasanya untuk bisa dekat dengannya kalau tidak ada kesempatan emas semacam yang kudapatkan enam tahun yang lalu.

Ponselku berbunyi singkat dua kali, jenis bunyi untuk pemberitahuan. Mungkinkah ini nyata? Atau aku terlalu berharap hingga berhalusinasi? Rasanya aku tak percaya dengan apa yang kulihat. DJ Stuart membalas pesanku!

DJ Stuart : Hai Isabella! Ya, akhirnya aku juga balik ke Jakarta setahun setelah lulus kuliah dan jadi penyiar di Best FM. Kamu lagi dengerin siaran aku ya? Stay tune terus di Best FM ya, My 2012's Valentine

Tanpa sadar aku sudah melonjak-lonjak di bangkuku dan meremas ponselku saking senangnya. Aku bahkan sampai harus menutup mulutku agar tidak berteriak-teriak saking kegirangannya. Enam tahun telah berlalu, tapi DJ Stuart masih mengingatku sebagai salah satu kencannya. Dan ia belum berubah, masih seperti cowok khayalan remajaku yang tampan dan ramah. Dengan senyum di bibir dan hati yang melambung bahagia, aku bersenandung mengikuti lagu yang sedang diputar di radio, dan mengikuti sisa siaran DJ Stuart, penyiar idolaku, sampai selesai sambil mengenang kembali momen paling menakjubkan dan paling romantis di masa remajaku.

***

Comments

Post a Comment